Masalah kesehatan reproduksi perempuan bukan hanya angka kematian ibu (AKI) saat melahirkan yang tinggi sejak zaman RA Kartini. Ancaman lain yang kurang mendapat perhatian adalah prolaps organ panggul (POP) yang dialami 25-50 persen perempuan usai melahirkan.
POP merupakan kondisi rahim atau organ lain di dalam panggul yang keluar melalui vagina. Derajatnya bervariasi mulai stadium 1 yakni POP yang masih berada di dalam vagina, hingga stadium 4 yang sudah benar-benar keluar dari liang vagina.
- Stadium 1: organ yang turun belum melewati vagina
- Stadium 2: organ yang turun sudah mencapai selaput dara
- Stadium3: organ yang turun berada di mulut vagina
- Stadium 4: organ dalam panggul benar-benar keluar.
Pada stadium 1 dan 2, POP jarang menimbulkan keluhan. Keluhan-keluhan ringan seperti rasa nyeri dan inkonsistensi kadang sudah dirasakan, namun seringkali diabaikan dan dianggap sebagai risiko yang wajar dari proses persalinan.
Dr Budi Imam Santoso, SpOG(K) mengatakan, POP stadium 1-2 masih bisa diatasi dengan tindakan konvensional misalnya pemasangan Mesh. Alat berupa sling kawat ini dipasang di panggul lewat bedah ringan untuk menahan organ-organ dalam panggul agar tidak turun.
Namun jika sudah masuk stadium 3-4, satu-satunya tindakan yang bisa dilakukan adalah operasi. Jenis operasinya bermacam-macam tergantung kondisi dan tingkat keparahan, namun intinya mengembalikan organ-organ itu ke posisi semula dan memperkuat jaringan dasar panggul.
Pemicu POP memang beragam namun yang paling banyak dilaporkan adalah kelahiran anak pertama. Pada perempuan usia 35 tahun ke bawah, risiko POP pada persalinan anak pertama adalah 25 persen sedangkan di atas 35 tahun risikonya 50 persen.
Meski jarang, kelainan bawaan pada jaringan dan struktur panggul juga bisa memicu POP bahkan pada perempuan yang belum pernah melahirkan. Selain itu faktor lain seperti rokok dan alkohol serta terlalu sering melahirkan juga bisa memicu POP selain pada persalinan anak pertama.
Dibandingkan preeklampsia atau tekanan darah tinggi dalam persalinan, POP memang tidak mematikan. meski begitu, dampaknya akan sangat mempengaruhi kualitas hidup perempuan di antaranya inkonsistensi urine (beser) dan inkonsistensi alvi (cepirit).
''Saat ini paradigmanya mulai berubah. Kalau tadinya hanya menurunkan AKI, sekarang sudah harus berpikir bagaimana meningkatkan kualitas hidup perempuan,'' ungkap Dr Budi dalam diskusi media 'Urology Update' di RS Cipto Mangunkusumo, Rabu (20/4/2010).
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar