Dana jutaan dolar yang didonasikan untuk pemberantasan malaria telah dicuri dalam beberapa tahun terakhir. Dana tersebut bahkan mencapai ratusan juta dolar, jauh melebihi dugaan pencurian sebelumnya.
Penyelidikan internal oleh Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria dalam dua bulan meluncurkan program anti-korupsi baru setelah dokumen rahasia yang diterima The Associated Press seperti dikutip Time merinci penipuan dalam bentuk hibah.
Dalam dokumen internal merinci adanya pencurian obat. Hasilnya mengidentifikasikan ada 13 negara terutama di Afrika, di mana ratusan jutaan dolar obat malaria telah hilang.
Menurut laporan tersebut, hasil pencurian obat itu dijual di pasar gelap yang tampak semakin meningkat dan semakin canggih.
Juru bicara Global Fund, Jon Liden, hanya menerangkan garis besar informasi tapi tidak mengomentari jumlah angka pencurian tersebut.
"Kami menganggap ini sangat serius dan kami akan melakukan apa yang diperlukan untuk melindungi investasi kita," jelas Jon Liden, seperti dilansir Time, Kamis (21/4/2011).
Malaria menginfeksi lebih dari 250 juta orang setiap tahun, menewaskan sekitar 1 juta, yang sebagian besar dari mereka adalah anak-anak di Afrika.
Karena banyak permintaan obat malaria untuk apotek dan pihak swasta, pencurian obat ini lebih mudah dijual dibandingkan obat untuk penyakit lain seperti AIDS, yang sebagian besar dibagikan di klinik kesehatan.
Setelah menemukan ruang lingkup pencurian obat malaria, Global Fund langsung bertindak cepat dengan cara menangguhkan hibah untuk obat-obatan yang disimpan di gudang pemerintah seperti di Swaziland dan Malawi, Afrika.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa obat malaria senilai 2,5 juta dolar telah dicuri di Togo, Tanzania, Sierra Leone, Swaziland dan Kamboja, terutama selama tahun 2009 hingga 2011.
Jumlah spesifik tidak diketahui untuk sembilan negara lainnya, semua di Afrika, termasuk Nigeria dan Kenya, di mana Global Fund memiliki program besar.
Hasil penelitian menunjukkan nilai total obat curian jauh melebihi angka 2,5 juta dolar. Di Tanzania saja, dana dari para tersangka senilai 200 juta dolar untuk pil malaria yang dicuri.
Inspektur Jenderal Global Fund mulai menyelidiki dugaan pencurian obat anti-malaria terorganisir di negara-negara Afrika, setelah menemukan bahwa obat-obat tersebut berakhir di rak toko obat di negara-negara Afrika, bukannya diberikan kepada pasien secara gratis.
Dokumen yang merupakan hasil investigasi menunjukkan bahwa pada sekitar 70 persen kasus, obat-obatan yang dicuri di gudang pemerintah dioperasikan oleh personel keamanan, manajer gudang dan dokter.
"Kasus-kasus menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat terutama terorganisasi dengan baik dan direncanakan oleh orang dalam dengan memalsukan dokumen. Dokumen juga menunjukkan bahwa obat curian dikapalkan ke negara lain untuk dijual kembali, 1 jam setelah kedatangan," kata satu laporan.
Beberapa ahli mengatakan sistem distribusi obat Global Fund perlu dirombak.
"Jika obat yang ditempatkan di sebuah gudang hanya menunggu untuk dicuri, kita perlu mencari cara yang berbeda untuk memastikan orang-orang yang membutuhkan (obat malaria) benar-benar mendapatkannya," kata David Sullivan, pakar malaria di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Baltimore.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar