Tragedi keluarga Budiono (37), warga Desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung sungguh memilukan. Kedua anaknya yang masih kecil, Andika (9) dan Intan (1,5), nyaris tewas di tangan istrinya.
Entah setan mana yang merasukinya, Jumat (6/5/2011) pagi sekitar pukul 06.00 WIB, istri Budiono, Jumiati (29) berniat membunuh kedua buah hatinya yang masih bocah itu dengan cara memukul kepala mereka dengan palu. Yang lebih mengiris hati, palu itu dipukulkan ketika kedua anaknya itu masih tertidur lelap.
Entah setan mana yang merasukinya, Jumat (6/5/2011) pagi sekitar pukul 06.00 WIB, istri Budiono, Jumiati (29) berniat membunuh kedua buah hatinya yang masih bocah itu dengan cara memukul kepala mereka dengan palu. Yang lebih mengiris hati, palu itu dipukulkan ketika kedua anaknya itu masih tertidur lelap.
Aksi ganjil Jumiati ini tidak berhenti sampai di situ. Usai memukul kepala kedua anaknya, Jumiati kemudian memukulkan palu ke kepalanya sendiri dengan maksud bunuh diri.
Karuan saja peristiwa itu langsung membuat gempar warga Desa Bangoan. Warga sama sekali tak menyangka, apalagi selama ini Jumiati dikenal bukanlah sosok ibu yang galak, apalagi kejam kepada anak-anaknya.
Menurut Budiono, pagi itu setengah jam sebelum kejadian, ia ke desa tetangga untuk membeli sarapan bagi istri dan kedua anaknya. Sekitar pukul 06.00 WIB saat Budiono pulang, ia kaget melihat rumahnya sudah ramai kerumunan warga. Sementara kedua anaknya berlumuran darah sembari menangis kesakitan. “Saat saya pulang, anak-anak sudah berlumuran darah menangis kesakitan,” katanya.
Budiono menceritakan, saat dirinya keluar rumah, kedua anaknya masih tidur. Dari penuturan tetangga, saat dirinya pergi, Jumiati terlihat membawa linggis dan palu. Setelah itu terdengar jerit tangis anak Jumiati dari dalam rumah. Ternyata Jumiati baru saja memukulkan palu ke kepala Andika yang saat itu masih tertidur.
Setelah mendapat pukulan itu, Andika langsung terbangun. Dengan menangis sekeras-kerasnya, Andika lari keluar rumah minta pertolongan tetangga. Entah berapa kali pukulan dilayangkan, yang jelas kepala anak usia sembilan tahun yang masih duduk di SD kelas 2 itu mengalami luka robek cukup serius.
Mendengar tangisan Andika, tetangga berdatangan ke rumah Jumiati. Saat itu warga mengaku melihat Jumiati masih memegang palu.
Melihat para tetangga datang, Jumiati ternyata tak menghentikan aksinya. Di depan para tetangga, Jumiati kemudian malah memukul Intan yang juga masih tertidur. Pukulan diterima anak yang masih berumur 1,5 tahun itu sebanyak dua kali.
Kejadiannya sangat cepat, sehingga para tetangga belum sepenuhnya sigap mencegah aksi sadis itu. Ketika warga masih terperangah dan tak percaya dengan kejadian itu, Jumiati tiba-tiba mengayunkan palu dan memukulkan ke kepalanya sendiri hingga dua kali, sebelum akhirnya warga menyergapnya dan merebut palu di tangannya.
Dengan keadaan berlumuran darah, Jumiati dan kedua anaknya dibawa ke RSUD dr Iskak Tulungagung.
“Untungnya para tetangga segera datang dan merebut palu yang dipegang Jumiati. Kalau tidak, mungkin kejadiannya bisa lebih buruk lagi,” ujar Budiono.
Perilakunya Berubah
Menurut Budiono, istrinya baru keluar dari Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Tulungagung, seminggu lalu karena penyakit tekanan darah tinggi. Dari pemeriksaan medis diketahui tekanan darah Jumiati sempat mencapai 200 dan ditengarai sebagai gejala stroke. Sepulang dari RS, istrinya tampak tertekan dan selalu mengaku merasa tidak nyaman.
Kata Budiono, sejak sakit perilaku istrinya berubah. Beberapa kali perempuan yang dinikahi lebih dari 10 tahun ini kerap mengungkapkan keinginannya mati bersama anak-anaknya.
Sehari sebelumnya, Kamis (5/5), kata Budiono, Jumiati kepergok membeli sebotol bensin. Ketika ditanya, Jumiati menjawab ingin membakar diri bersama Andika dan Intan. Namun upaya itu berhasil digagalkan. Budiono terus meredam dan menasihatinya. Ternyata, di luar sepengetahuan Budiono, Jumiati melakukan dengan cara lain.
Meski telah mencelakai anak-anak dan dirinya sendiri, Budiono mengaku masih menyayangi istrinya. Karena itulah, Budiono tak melaporkan kasus ini ke polisi. “Ini masalah internal keluarga saya, saya tidak akan lapor polisi. Saya akan cari tahu kenapa istri saya jadi begini, saya akan menyembuhkannya,” katanya.
Sementara itu, di rumah sakit, Jumiati ditempatkan di ruang terpisah dengan Andika dan Intan. Dengan wajah penuh sesal, Jumiati sering berteriak-. “Andika karo Intan gowoen mrene (Andika dan Intan bawa kemari),” katanya dengan meronta-ronta.
Di ruang berbeda, Andika menangis kesakitan. Sedangkan Intan, meski mengalami luka robek di kepalanya, balita ini agak tenang dalam gendongan ayahnya, Budiono.
Dokter jaga IRD RSUD dr Iskak, dr Andi Prasetyo mengatakan, dari ketiga korban, kondisi Andika paling parah. Andika mengalami luka robek di kepala bagian kanan atas dan belakang, serta mengalami gegar otak. “Andika mengeluh mual-mual, pusing dan sempat muntah. Secara medis, itu tanda-tanda gegar otak,” terang dr Andi Prasetyo.
Sedangkan Intan luka robek di kepala bagian atas dan belakang sepanjang 2 cm. Jumiati juga luka robek di kepala bagian depan.
Selain menerima sejumlah jahitan pada lukanya, ketiganya harus menjalani observasi. “Biasanya gejala gegar otak akan muncul empat jam setelahnya. Untuk antisipasi, mereka harus menjalani observasi dulu,” kata Andi.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung, Winny Isnaini menyayangkan pihak rumah sakit yang tidak melapor ke polisi. Sebab menurutnya, sesuai SOP (standar operasional prosedur) yang dituangkan dalam Peraturan Bupati (Perbup), dalam penanganan korban kasus kekerasan seperti menimpa Andika dan Intan, pihak rumah sakit harus melibatkan polisi. Melibatkan polisi bukan berarti mempidanakan Jumiati. Namun untuk menelusuri dan mencari akar permasalahannya.
Winniy menandaskan, LPA sudah diminta oleh rumah sakit untuk menyelesaikan masalah ini. Sebagai langkah awal, LPA akan memisahkan Jumiati dengan kedua anaknya, agar mendapatkan rehabilitasi sesuai porsi masing-masing. Jumiati harus mendapatkan terapi dan dicarikan solusi dari akar permasalahan yang membuatnya berubah keji. Sementara Andika dan Intan akan dititipkan dalam pengasuhan kerabat yang lain, sembari diterapi dari trauma atas peristiwa tersebut.
Namun LPA kini dalam tahap koordinasi dengan pihak Dinas Kesehatan, rumah sakit, polisi, dan Dinas Sosial untuk menentukan langkah secara menyeluruh. Satu yang dipastikan, seluruh biaya dalam proses pemulihan fisik dan mental Jumiati dan anak-anaknya harus digratiskan.
“Menurut aturan, untuk korban kekerasan (dalam rumah tangga) memang harus dibebaskan dari segala biaya. Selebihnya akan dicari solusi terbaik buat ibu maupun anak-anaknya,” imbuh Winny.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Tulungagung, I Gde Dewa Juliana yang dihubungi terpisah mengaku telah melakukan penyelidikan awal kasus ini. Pihaknya sudah meminta keterangan rumah sakit dan Budiono. Namun karena Jumiati sebagai pelaku dan anaknya sebagai korban masih depresi, maka belum bisa dimintai keterangan.
Dewa menegaskan, langkah polisi bukan dalam rangka penegakan hukum. Namun polisi melakukan penyelidikan untuk mencari akar permasalahannya. Sebab bisa jadi pelaku bukan semata-mata ingin mencelakai anak-anaknya, tetapi ada dorongan lain yang melatarbelakangi. Sebagai solusi, akan dirumuskan dengan pihak keluarga bersama tim yang dibentuk.
“Kami terlibat bukan untuk mengambil langkah hukum bagi pelaku. Tapi kami akan menyelidiki hingga diketahui latar belakang yang mendorong ibu berperilaku kejam terhadap anaknya,” ujarnya
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar