Kisah Tragis Wanita Cantik Yang Dipasung Selama 20 Tahun

Diposting oleh admin on Jumat, 21 Januari 2011

Perempuan berparas cantik itu hanya duduk di atas tempat tidur kayu dalam ruangan dua kali dua meter yang menjadi tempat pemasungannya, saat Tribun Medan melihatnya lewat jendela, Rabu (19/1/2011) kemarin. Pemilik rambut hitam panjang sebahu itu adalah Siti Nuryalina Purba (41), yang sudah 20 tahun hidup dalam pasungan. Di sebelahnya, sang adik, Janter juga mendapat perlakuan yang sama. Keduanya dipasung pihak keluarga lantaran memiliki kelainan jiwa.

Terpasung dengan rantai besi selama 20 tahun

Terpasung dengan rantai besi selama 20 tahun

Kaki kiri Siti Nuryalina Purba, yang akrab dipanggil Butet, diikat rantai besi sepanjang satu meter. Mereka berdua menghabiskan seluruh waktunya di dalam pasungan, termasuk untuk urusan buang hajat. Hasilnya, bau tak sedap menyeruak dari dalam ruangan. “Good morning, good morning, sini-sini foto aku lah, kan artis,” ujarnya spontan saat melihat kamera. Butet lebih reaktif daripada sang adik Janter, yang hanya diam saat diberikan kue dan buah.

Ibu Butet, Bungani Boru Saragih Munthe, menuturkan kisah sedih yang dijalani anak-anaknya hingga berakhir di pasungan. Ketika bercerita, Bungani berkali-kali meneteskan air mata, terutama saat Butet ditemukan melahirkan sendiri di dalam pasungan.

Butet tinggal bersama bibinya di Lawe Deski, Kampung Karo, Aceh Tenggara, hingga tamat SMA. Ketika itu, bibinya sering bertindak kasar pada Butet. Sebenarnya, penyakit jiwa Butet mulai muncul sejak duduk di bangku SMA. Usai tamat menyelesaikan pendidikan tingkat SMA, perilaku aneh dan kasar Butet makin menjadi-jadi, seperti mencuri barang-barang tetangga, hingga menganiaya ibunya.

Dipaksa Oknum TNI

Tetangga yang tak senang melihat perilaku Butet, mengadu ke kepala desa, yang selanjutnya diteruskan ke personel TNI. Personel TNI pun menganiaya ayah Butet dan memaksa agar ayahnya, Samsudin Purba, memasung anaknya agar tidak mencuri dan menganiaya tetangga lagi.

Akhirnya sejak 1990, Butet pun dipasung oleh ayahnya.”Kami tak punya uang untuk membawanya berobat, yah terpaksa kita ikuti permintaan tetangga,” katanya. Sejak saat itu dunia Butet hanya sebatas kamar berukuran dua kali dua meter.

Di kamar yang dindingnya terbuat dari kayu dan berjarak sekitar 20 meter dari rumahnya itulah Butet melalui hari-harinya dengan kaki kiri dirantai. Kepedihan hidup Butet tak berhenti sampai di sini. Suatu malam, saat tertidur, segerombolan pemuda tidak dikenal menjebol dinding papan tempat Butet dipasung. Butet pun diperkosa bergilir oleh pemuda-pemuda keji di kampungnya.

“Butet menceritakan kejadian tersebut kepada kami, tetapi kami tak percaya karena menganggap Butet masih gila. Hingga akhirnya Butet hamil,” kata ibu Butet, Bungani Boru Saragih Munthe, sambil mengelap air matanya saat menuturkan kisahnya kepada Tribun, Rabu (19/1/2011).

Lagi-lagi lantaran alasan keuangan, orangtua Butet tidak pernah memeriksakan putrinya ke bidan. Hingga saat pagi mereka dikejutkan tangis seorang bayi dari kamar Butet. “Malam itu hujan kami tidak mendengar suara atau jeritan Butet. Padahal saat itu Butet tetap dalam pasungan. Kami pun hanya memanggil dukun beranak untuk membantu persalinan Butet,” kata Bungani sambil menarik napas dalam-dalam.

Tak sempat menimang anaknya, orangtua Butet menyerahkan anaknya kepada famili yang belum mempunyai anak. Berharap anak Butet diurus dengan baik dan dapat hidup normal. Untuk menghindari perbuatan keji dari pemuda setempat, Butet pun dipindahkan orangtuanya ke tempat lain, tetapi masih di sekitar Kota Cane, Aceh Tenggara.

Sejak saat itu orangtua Butet berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkan Butet. Tanah, rumah, dan semua harta benda yang dimiliki Samsudin Purba dijual. Mulai dari paranormal hingga dokter medis sudah didatangkan. Tapi, Butet tak kunjung sembuh.

Bahkan, saat dibawa ke Rumah Sakit Jiwa di Medan, Butet hanya bertahan dua minggu karena kerap disetrum. Butet pun dikembalikan ke pasungannya. Sejak Samsudin Purba meninggal dunia 2005 lalu, Butet pun tak pernah lepas dari pasungan.

Sialnya, Butet kembali diperkosa oleh orang tak dikenal. Janda Bungani lalu membawa Butet dan tiga anaknya pindah ke Huta Bah Liran, Nagori Siborna, Kecamatan Pane, Simalungun. Sudah lima tahun hidup di Simalungun, pasung Butet pun tak pernah dilepas meskipun kondisinya lebih baik. Ia sudah bisa diajak bicara oleh tetangga dan tak pernah mengalami perkosaan lagi.

Beruntung, meskipun tak ada perhatian pemerintah terhadap Butet yang dianggap gila, warga dan tetangga Bungani kerap membantu kehidupan janda lima anak yang ditinggal mati suaminya sejak tahun 2005 silam tersebut. Menurut pengakuan Bungani kepada Tribun (Rabu, 19/1/2011), ada warga yang rutin memberikan makanan dan uang kepada Bungani agar dapat bertahan hidup.

Naas memang, dari kelima anaknya, ada tiga yang mengalami gangguan jiwa. Namun, hanya dua orang yang dipasung, Butet dan Janter. Sementara Epinal saat ini telah sembuh dan bisa hidup normal. Butet dipasung sejak tahun 1990, sedangkan Janter sejak tahun 1995. Keduanya dipasung di tempat berbeda, tetapi berdekatan.

Penyakit kejiwaan yang dialami ketiga anaknya merupakan keturunan dari suaminya, Samsudin Purba. Tiga saudara kandung suaminya pun mengalami penyakit kejiwaan. Bungani mengaku hanya pasrah melihat kondisi kedua anaknya yang masih terpasung di belakang rumah. Ia sangat berharap anaknya dapat sembuh dan hidup normal. “Setidaknya aku bisa lihat anakku mati di hadapanku. Daripada mati dibunuh orang di luar nanti, makanya terus dipasung,” ujar Bungani sambil terus meneteskan air mata.

Ia pun berharap banyak dari Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk memberikan bantuan kepada dua anaknya. “Mau bantuan untuk makanan maupun pengobatan, atau apa pun tidak pernah diberikan pemerintah, tapi saya sangat berharap pemerintah mau bantu,” ujar Bungani.

Camat Pane Jan Petrus tak mengetahui ada warganya yang sudah dipasung sekitar lima tahun di wilayah yang dipimpinnya. “Saya tidak tahu, saya baru tahu karena kalian beri tahu,” ujar Jan Petrus yang dihubungi via seluler. Jan Petrus yang baru menjabat sebagai camat sekitar dua bulan berjanji akan mengoordinasikan permasalahan tersebut dengan instansi terkait. “Saya kan masih baru, lebih kurang sekitar 2 bulan,” ujarnya.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Search