Barter Napi, Semakin Jelas Hukum di Negeri Ini Bisa Dibeli

Diposting oleh admin on Kamis, 06 Januari 2011

Apa jadinya bila lembaga penegak hukum yang diharapkan bisa menjadi ujung tempat dimana keadilan dan rasa adil masyarakat sudah tak menjalankan fungsi sebagaimana yang diharapkan. Apa jadinya kalau semua segala sesuatu di negeri ini sudah bisa dibeli dengan uang. Maka pihak yang ditindas dara rasa adil akan marah kalaupun tak banyak yang bisa dilakukan setidaknya doa para kaum tertindas tanpa penghalang dikabulkan oleh Sang Maha Kuasa, sang Maha Adil untuk turun tangan menyeimbangan timbangan keadilan. Bahasa Tuhan pun lebih ampuh, ambil contoh saja bencana alam yang tak henti-henti mendera negeri ini.

Tahanan bisa digantikan dengan orang lain asal berani bayar

Tahanan bisa digantikan dengan orang lain asal berani bayar

Berikut mari kita lihat kenyataan dari sebuah kisah nyata dimana keadilan di negeri ini sudah tak ada lagi. “Hati Yayuk mungkin terketuk ketika mengetahui tetangganya, Kasiem, dipenjara. Karena itu, Yayuk menjenguk Kasiem di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro. Namun, ketika tiba di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro pada 31 Desember 2010, Yayuk heran. Tahanan atas nama tetangganya yang ingin dijenguk ternyata bukan Kasiem. Tahanan atas nama Kasiem ternyata adalah Karni, 51 tahun.

Yayuk sendiri enggan berkomentar ketika dikonfirmasi masalah tersebut. “Saya tidak banyak komentar,” ujarnya pada Tempo di rumahnya, Selasa (4/1). Namun, Kepala Kepolisian Resor Bojonegoro Ajun Komisaris Besar Widodo membenarkan kejadian tersebut. Senin pekan lalu, Kejaksaan Negeri Bojonegoro mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung atas terpidana bernama Kasiem. Putusan Mahkamah Agung itu memperkuat putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro dan Pengadilan Tinggi Surabaya, yang memvonis Kasiem bersalah dengan hukuman penjara 3,5 bulan untuk dua perkara sekaligus.

Kasiem mestinya menjalani hukuman selama tujuh bulan di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro. Namun, saat eksekusi, pengusaha palawija asal Kalianyar, Kecamatan Kapas, Bojonegoro, itu meminta tetangganya, Karni, untuk menggantikan dirinya di penjara. Sebagai imbalan, Kasiem menjanjikan Karni uang Rp 10 juta.

Sewaktu eksekusi pada 27 Desember 2010, pengacara Kasiem, Hasnomo, mengantarkan Karni ke Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro. Penyerahan terpidana palsu itu disaksikan Priyono, anggota staf kejaksaan, dan Atmari, Kepala Subseksi Registrasi di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro.

Karni sempat mendekam tiga hari di penjara, sampai ulahnya diketahui petugas Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro setelah kunjungan Yayuk. Begitu kasus ini terungkap, Kejaksaan Bojonegoro langsung menghubungi Hasnomo dan Kasiem. Bos palawija itu pun datang ke kejaksaan, lalu dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro pada Jumat siang lalu.

Kepala Subseksi Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro, Atmari, membantah ada upaya sengaja penukaran tahanan. Menurutnya, apa yang dilakukan saat penerima tahanan atas nama Kasiem, pada 27/12) sesuai prosedur: mulai dari surat putusan dari Mahkamah Agung dan lainnya. Yang tidak ada, lanjutnya, foto terpidana dan sidik jari. Apalagi terpidana belum pernah ditahan. “Jadi kita tidak tahu wajahnya,” ujarnya. Sementara, Karni, Kasiem, ataupun Hasnomo hingga kini belum memberi komentar.

Terkait kasus tersebut, Kepolisian Resor Bojonegoro memeriksa tiga dari sembilan orang yang telah direncanakan. Tiga orang yang sudah diperiksa atas nama Karni, warga Desa Laren, Kecamatan Kalididu; Kasiem, warga Desa Kalianyar, Kecamatan Kapas; dan Angga, pekerja bengkel warga Kota Bojonegoro.

Kemudian enam orang yang akan diperiksa yaitu Hasnomo, pegawai di Kejaksaan Bojonegoro Priono, Suradi yang juga adik Karni, Yayuk yang merupakan tetangga Kasiem, serta dua orang dari Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro atas nama Kepala Subseksi Registrasi Atmari, dan stafnya atas nama Fitri.

Polisi telah menyiapkan perangkat untuk kasus tersebut yaitu menggunakan Pasal 334 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyebabkan orang lalai dan Pasal 263 tentang pemalsuan. Tetapi jika menemukan bukti suap-menyuap, maka polisi akan menjerat dengan Undang-Undang Antikorupsi terutama bagi mereka yang tercatat sebagai pegawai negeri sipil karena bisa dikategorikan terjerat kasus gratifikasi. “Ancamannya berat,” ujar dia.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Search