Wisata Seks di Red Light , Pusat Jajan Seks Terbesar Di Dunia

Diposting oleh admin on Jumat, 29 Oktober 2010

Di antara sekian banyak objek yang bisa menjadi tujuan di Belanda, yang paling membuat penasaran adalah Red Light District. Seperti namanya, Red Light merupakan kawasan 'merah'. Di sinilah pusat jajan seks yang diklaim sebagai terbesar di dunia, mengalahkan Dolly di Surabaya. Tak hanya seks, narkoba pun dijajakan secara bebas.

Dalam jadwal Fam Trip Garuda Indonesia, Selasa (19/10/2010), kunjungan ke Red Light District tidak tercantum. Namun, berkat keinginan sebagian besar peserta Fam Trip yang merupakan para pengusaha pariwisata, guide akhirnya bersedia menambah jam kerjanya untuk mengantarkan rombongan ke kawasan merah tersebut. Waktunya pun disesuaikan, yakni pada malam hari, ketika acara yang terdjadwal sudah tuntas.

Sebelumnya, sejak pagi rombongan sudah mengunjungi beberapa objek wisata, seperti pusat pembuatan keramik tertua di dunia, Royal Delft, di Delft, kota kecil yang terletak di antara Rotterdam dan Den Haag. Kota ini memiliki nilai sejarah penting, karena pangeran dan raja pertama di Belanda, Willem van Oranje, tinggal di kota ini. Itu sebabnya, Delft juga dijuluki sebagai Kota Pangeran atau Prinssenstad.

Delft juga dijuluki sebagai Kota Pelajar, karena sekitar 10 persen penduduknya adalah mahasiswa. Di sini banyak mahasiswa dari Indonesia yang menimba ilmu di Technische Universiteit Delft (TuD). Sepuluh persen dari peduduk di Delft adalah mahasiswa. Data dari PPI Belanda, TuD memiliki lebih dari 13.000 mahasiswa, 2.100 peneliti, dan 200 profesor.

Dari Delft, objek wisata lainnya yang tak terlewatkan adalah Madurodam, kota miniatur di Scheveningen, Den Haag. Di sini terdapat bangunan mini khas Belanda dalam skala 1:25. Ada Bandara Schiphol, lengkap dengan miniatur 15 pesawat yang terus bergerak seolah akan take off, ada Lapangan Sepakbola Ajax lengkap dengan penontonnya, dan beragam minatur lainnya yang memperlihatkan bentuk seperti aslinya.

Madurodam dibangun pada 1952, dengan nama yang mengacu pada George Maduro, seorang pelajar dari Cura ao yang meninggal di kamp konsentrasi Dachau pada 1945 dan orangtuanya menyumbangkan uang untuk memulai proyek Madurodam.

Di zona pusat, pengunjung bisa melihat berbagai miniatur bangunan seperti katedral, museum, kampus, apartemen, istana, balai kota, pasar keju, kanal, dan bangunan lainnya. Di zona industri dan pelabuhan, terdapat miniatur model jalan raya yang dipenuhi dengan 4.542 miniatur mobil, rel kereta api, dan 13 miniatur kereta api serta 5 trem, lengkap dengan miniatur stasiun. Jalan serta rel kereta api itu terlihat sibuk karena ada beberapa mobil dan kereta yang terus bergerak, seperti benar-benar hidup.

Beberapa lokasi lain yang dikunjungi adalah Pantai Scheveningan di Den Haag. Di kiri kanan jalan bertebaran bangunan yang disewakan. Sayangnya, kami tiba saat menjelang musim gugur. Kawasan wisata ini akan menjadi sangat padat saat musim semi dan memasuki musim panas.

Di Den Haag, rombongan sempat berfoto di depan Istana Ratu Belanda, Beatrix. Saat itu, tak terlihat bendera di atas simbol kerajaan, yang menjadi pertanda sang ratu sedang tidak berada di istananya.

Dalam perjalanan pulang ke Amsterdam, tempat favorit yang disinggahi adalah stadion sepakbola berbintang 5, Amsterdam Arena. Rombongan tak sempat masuk ke dalam stadion, karena beberapa jam ke depan Ajak akan bertanding melawan Auxerre dalam laga Grup G Liga Champions. Namun, tempat penjualan merchandise Ajax langsung diserbu peserta yang kebanyakan penggila bola.


Tur Menantang

Tur paling menantang adalah kunjungan ke Red Light District. Guide Wilma sejak awal sudah mewanti-wanti agar tidak memotret apapun di sana, karena risikonya besar. Untung kalau cuma ditegur sekuriti setempat. Ada beberapa kejadian, kamera si pemotret dibanting, dan yang bersangkutan kena tonjok.

Lokasi Red Light sangat gampang ditemukan. Yang menjadi patokan adalah Dam Square, lapangan yang menjadi pusat rekreasi kota. Kata kunci lain untuk menuju ke kawasan ini adalah Nu Hotel Krasnapolsky.

Dengan berjalan kaki sekitar lima menit menyusuri jalan, antara lain melewati China Town, Red Light bisa segera ditemukan. Takut kesasar? Silakan bertanya, dan tak perlu malu karena bagi warga di sana, keberadaan Red Light bukan hal yang tabu atau memalukan.

Kawasan Red Light lumayan luas, sekitar 6.500 meter persegi yang meliputi 18 ruas jalan. Tak jauh dari Red Light, terdapat sebuah gereja tua, Oude Kerk. Gereja yang dibangun pada 1250 oleh Bishop of Utrecht ini masih difungsikan.


Ada tiga kawasan utama Red Light, yaitu Walletjes yang letaknya

antara Centraal Station dan Nieuwenmarkt, Singel yang letaknya antara Raadhuistraat

dan Centraal Station, dan de Pijp yang letaknya persis di belakangRijksm useum. Tiga

area ini memiliki 450 etalase kaca.


Di Red Light, semua kemaksiatan dijajakan secara terbuka. Jika iman lemah, sebaiknya jangan berkunjung ke sini. Dengan duit euro di kantong, jalan menuju neraka terbuka lebar. Di kiri kanan jalan, berdiri bangunan yang bagian depannya diberi lampu warna merah. Di kaca depan terlihat sosok yang bergerak-gera. Astaga, ternyata itu perempuan yang dalam keadaan, maaf, setengah bugil.

Hampir di setiap bangunan ada etalase kaca yang memperlihatkan pemandangan seperti itu, dengan memajang perempuan-perempuan muda dari berbagai negara, seperti dari China, Rusia, Uzbekistan, dan tentu dari Eropa sendiri. Informasi dari pelayan bar, tarif untuk sekali kencan dengan durasi 15 menit atau 30 menit sekitar 100 sampai 150 euro (kurs 1 euro adalah Rp 12.600).

Di Red Light ini juga terdapat teater untuk live show. Misalnya, di Casa Rosso, dengan tarif 30 euro per jam. Show di sini berlangsung terus menerus, dan pengunjung keluar masuk sambung menyambung. Bagaimana pemandangan yang tersaji tentu tak layak untuk diceritakan di sini. Sungguh gila.

Yang lebih gila lagi, di antara deretan bangunan yang menjual peralatan seks, terdapat kafe atau bar yang menjajakan narkoba segal jenis secara bebas. 'Di sini polisi tak akan masuk menangkap pengguna narkoba. Polisi baru masuk kalau ada keributan atau tindak kriminal lainnya,' kata Wilma, guide yang mendampingi rombongan Fam Trip.

Di Red Light ada kokain, heroin, hashis, mariyuana, dan ganja. Beberapa pria terlihat mendatangi pengunjung dan menawarkan sesuatu. 'Itu ekstasi,' kata Wilma. Seorang pelayan toko yang ditemui mengatakan, kalau mau ganja gampang. Harganya 10 euro satu paket, yang bisa dibuat menjadi empat linting. Ganja dijual dengan alat pembuat lintingannya.

Amsterdam diklaim sebagai pusat kebebasan moral di dunia, tetapi bagi kita tentu layak disebut pusat kebobrokan moral di dunia. Tak hanya Red Light yang menjadi simbol kebobrokan itu. Di negara ini kaum gay maupun lesbian mendapatkan kebebasan untuk berekspresi, bahkan sampai menikah. Naudzubillah.
http://www.google.com/reader




{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Search